Garudanetwork – Bicara soal Sejarah memang tak ada habisnya jika dikupas. Di setiap sudut kota di Indonesia mempunyai ciri khas peninggalan sejarah yang menarik untuk dikenang. Salah satunya adalah Kya-Kya Surabaya yang dulu dikenal sebagai Kembang Jepun sejak jaman pemerintahan Hindia-Belanda hingga sekarang.
Disebut Kembang Jepun atau Bunganya Jepang, karena wilayah ini sangat “mekar dan merekah” dari segi ekonomi bagi orang Jepang yang mendiami wilayah itu pada masa pemerintahan Belanda. Namun secara resmi, pemerintah Hindia-Belanda menamai area perdagangan tersebut dengan Handelstraat atau jalan perdagangan.
Kurang lebih ada 700 orang asal Jepang yang berdagang di kawasan tersebut dan tentunya menghasilkan pundi-pundi uang melimpah. Karena dekat dengan pelabuhan, perputaran ekonomi di kawasan Kembang Jepun juga berkembang dengan pesat.
Peradaban Jepang pun dimulai di kawasan ini. Selain merekah dari segi ekonomi, konon sepanjang jalan tersebut juga banyak ditinggali oleh gadis-gadis Jepang cantik. Baik itu anak dan istri dari para pedagang atau karyawan perempuan yang diimpor langsung dari Jepang oleh orang Jepang itu sendiri. Karena itu disebut dengan Kembang Jepun atau Bunga Jepang.
Bahkan beberapa referensi menyebutkan kawasan Kembang Jepun juga menjadi lokalisasi para Geisha dalam menghibur tamu kala itu. Bukan hanya bunga dalam arti sesungguhnya, namun harta dan wanita juga semakin “mempercantik” area ini.
Beberapa sumber menyebutkan jika sebenarnya Jepang sudah menduduki Indonesia jauh sebelum tahun 1942, karena ditemukan kwitansi pencairan dana dalam bentuk Yen (mata uang Jepang) pada tangga 17 Februari 1941.
Saat serdadu Jepang mulai masuk dan menggeser pemerintah Hindia-Belanda, kawasan ini semakin berjaya oleh orang Jepang yang menyebut diri mereka sebagai saudara tua bagi negara Asia, termasuk Indonesia. Hotel Oranje yang didirikan tahun 1910 pun berganti nama menjadi Hotel Yamato yang kini berubah nama menjadi Hotel Majapahit.
Dari Bunga Jepang yang mekar, wangi dan merekah beralih menjadi Bunga Jepang yang layu sejak Kemerdekaan Indonesia.
Kekalahan Jepang dari invasi Amerika pada Agustus 1945 membuat seluruh orang Jepang yang saat itu mendiami Indonesia harus angkat kaki, termasuk juga dari Kembang Jepun.
Meski begitu, Handelstraat masih ramai sebagai pusat perdagangan baik pribumi maupun Tionghoa. Tahun 2000an pemerintah Kota Surabaya sempat menjadikan kawasan ini sebagai Pecinan dan wisata kuliner malam yang dinamai dengan Kya-Kya.
Pesona Kya-Kya tidak bertahan lama dan redup karena sentimen terhadap etnis Tionghoa warisan orde baru masih cukup kuat saat itu. Selama 20 tahun, sepanjang kawasan Kembang Jepun tak ubahnya hanya sebuah jalan perdagangan yang dihiasi oleh ornamen Mandarin saja.
Pada pemerintahan Eri Cahyadi, kawasan tersebut direvitalisasi menjadi wisata baru dengan sajian kuliner beragam UMKM. Jalanan yang biasanya dipadati oleh hilir mudik kendaraan ditutup sementara untuk tempat duduk para pengunjung yang menikmati sajian kuliner mulai dari khas Surabaya, Madura, Chinese food hingga kuliner kekinian.
Penulis: Alfinia