Garudanetwork – Tepat hari ini 27 Juli 2024, Kota Kediri memperingati hari jadi ke-1.145. Momen ini tentu menjadi salah satu momen paling ditunggu warga Kota Kediri.
Begitu juga bagi para pemangku kepentingan di Kota Kediri. Pada acara ini, Katino tampak mendampingi PJ Walikota Kediri Zanariah, apakah ini pertanda?
Diketahui Katino merupakan calon Walikota Kediri 2024 bersama ning Zidna sebagai wakilnya. Bahkan ia telah mengantongi rekom dari partai Gerindra.
Selain dihadiri PJ Walikota Kediri Zanariah dan Wakil Ketua DPRD Kota Kediri Katino, turut hadir juga Forkompinda Kota Kediri. Serta seluruh lurah dan Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kota Kediri.
Uniknya, semua undangan yang hadir menggunakan baju adat yang memilih warna khas ungu.
Zanariah tampak mengenakan kebaya berwarna ungu yang dipercantik dengan selendang warna senada. Sementara ranbutnya dibuat sanggul sederhana.
Sementara Katino mengenakan pakaian beskap berwarna ungu dan bawahan batik, serta blangkon dengan warna senada.
Selalu ada yang menarik dari setiap perayaan Hari Jadi Kota Kediri. Salah satu yang menjadi ciri khas adalah pelaksanaan Upacara Manusuk Sima. Kegiatan Manusuk Sima sendiri sudah menjadi tradisi yang dimulai sejak era kerajaan hingga kini. Kali ini kegiatan Upacara Manusuk Sima dipusatkan di halaman Balai Kota Kediri.
Kegiatan ini juga dimeriahkan dengan bazar UMKM dan berbagai stan makanan. Beberapa stan juga menampilkan makanan dan produk khas dari eks Karesidenan Kediri.
”Upacara Manusuk Sima itu merupakan sebuah tradisi yang sudah turun temurun dilakukan. Apalagi ini menjadi penanda lahirnya Kota Kediri pada 1.145 tahun lalu. Selain itu juga menjadi sarana doa agar Kota Kediri diberikan kemakmuran dan dijauhkan dari bencana,” kata PJ Walikota Kediri Zanariah.
Meski Kota Kediri semakin berkembang dan menjadi kota pendidikan bahkan kota perdadangan, namun tradisi yang sudah dijalankan tidak akan dilupakan begitu saja. Bahkan secara tradisi budaya harus terus dilestarikan.
”Kota Kediri memang sudah berkembang pesat termasuk dengan hadirnya bandara Dhoho Kediri. Sekarang mulai pendidikan, perdangangan hingga jasa sudah menjadi identitas kota. Tapi itu semua tidak lantas menghilangkan tradisi dan budaya tradisional,” jelasnya.
Tahun ini Kota Kediri mengusung tema, ”Merajut Asa dalam Keharmonisan Satu Tekat Kota Kediri Menuju Globalisasi”. Diharapkan tema ini menjadi momentum bagi Kota Kediri untuk menyatukan budaya dan tradisi yang beragam. Keharmonisan itu akan memperkuat potensi Kota Kediri menuju kancah Internasional.
Upacara Manusuk Sima sendiri merupakan prosesi upacara yang memiliki tujuan agar dijauhkan dari berbagai macam bencana. Rangkaian acara sendiri dibuka dengan pembacaan mantera dan pembakaran kemenyan oleh sesepuh adat. Selanjutnya ada prosesi tumbal bumi ditandai dengan pemotongan ayam cemani, pemecahan telur dan menabur abu.
Jika dimaknai lebih dalam, Manusuk Sima merupakan bentuk pemanjatan doa. Sekaligus sebagai cara untuk uri-uri budaya Kota Kediri. Prasasti Kwak juga diikutkan dalam kirab menuju Balai Kota Kediri.
Manusuk Sima juga merupakan tradisi yang mengangkat harapan kebangkitan ekonomi Kota Kediri. Manusuk Sima menjadi peristiwa penting yang terjadi pada tahun 1.143 silam dimana menjadi penunjuk berdirinya Kota Kediri. Hal itu seperti tertulis di Prasasti Kwak yang ditemukan di Desa Ngabean, Magelang.
Meski, prasastinya ditemukan di kawasan Jawa Tengah yang letaknya ratusan kilometer dari Kota Kediri. Sebab prasasti ini berbentuk lempengan tembaga atau tambra prasasti. Yang mengeluarkan juga dari Kerajaan Mataram dimana pusatnya ada di Jawa Tengah.
Hal ini yang menjadikan kemungkinan mengapa prasasti itu berada di Magelang, Jawa Tengah. Sementara yang harusnya ada di Kediri sendiri berupa prasasti batu. Selain itu,nama Kwak sendiri tidak ada di Jawa Tengah.
Pemerintah Kota Kediri menjadikan upacara Manusuk Sima sebagai bagian dari rangkaian peringatan hari jadi. Lokasi pelaksanaan Manusuk Sima sendiri berada di lingkungan Kuwak. Tepatnya di kawasan mata air Tirtayasa.
Dalam prasasti, berangka tahun 801 saka atau tertanggal 27 Juli 879. Dari prasasti tersebut digunakan sebagai data primer penentuan hari jadi Kota Kediri. Hingga kini peringatan hari jadi Kota Kediri diperingati setiap tanggal 27 Juli.
Prasasti Kwak bukan hanya satu-satunya rujukan dalam menentukan hari jadi Kota Kediri. Ada pula prasasti lain yang digunakan sebagai rujukan. Yakni Prasasti Harinjing yang memuat adanya raja yang meninggal dan dimakamkan di kuwak.
Dari situ juga didapatkan fakta tentang penetapan tanah Sima atau tanah yang dibebaskan dari pajak. Pembebasan tanah itu dilakukan karena peruntukannya sebagai pembiayaan bangunan suci. Jika dilihat dan berdasarkan fakta, tanah sima merujuk pada Ngadisimo yang berada di lingkungan Kelurahan Ngadirejo, Kecamatan kota.
Sebab di wilayah Ngadisimo merupakan kawasan sawah luas dan subur. Dimana juga menjadi awal mula komunitas masyarakat tertua di Kota Kediri, hingga menjadi Kota Kediri seperti yang saat ini sudah memasuki usia ke 1.145 tahun.
Selain diambil dari sebuah prasasti, sejarah Kota Kediri juga ditemukan pada artefak arkeologi yang ditemukan pada 2007. Dalam prasasti itu diketahui bahwa sekitar Kota Kediri merupakan lokasi kerajaan Kediri yang ada pada abad ke-11.
Dalam serat Calon Arang wilayah Kota Kediri adalah sebuah pemukiman saat Raja Airlangga memindahkan pusat pemerintahan. Sebelumnya pusat pemerintahan berada di Kahuripan kemudian dipindahkan ke Dhanapura. Dhanapura sendiri memiliki arti Kota Api yang kini lebih dinekal dengan Daha.
Sejak Raja Airlangga meninggal, maka wilayah Medang dibagi menjadi dua. Yakni menjadi Penjalu di bagian Barat dan Jenggala di bagian Timur. Daha sendiri dipilih menjadi pusat kerajaan Penjalu. Banyak yang menyebut Penjalu sebagai kerajaan Kadiri/Kediri.