Garudanetwork – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyinggung ada pihak yang ingin menunggangi masalah viralnya iuran ratusan juta dari sekolah Kristen Petra Surabaya dan pengurus RW (IV, V, dan VII) Perumahan Tompotika.
Pernyataan tersebut diutarakan oleh Eri Cahyadi usai melakukan pertemuan dengan pengurus RW dan pihak sekolah Petra Surabaya di rumah ketua RW IV, Lilik Aljufri di Perumahan Tompotika, Manyar, Surabaya pada Senin (5/8/2024).
“Saya juga merasa ini bukan saya sendiri, kemarin Pak Wawali ingin menyelesaikan masalah tapi ada yang masuk, ada yang nggoreng akhirnya menimbulkan kegaduhan karena ditumpangi,” katanya.
Namun, Eri Cahyadi tak ingin menyebut pihak mana yang diduga ingin mencoreng nama baik Surabaya melalui viralnya perseturan pengurus RW Perumahan Tompotika vs sekolah Kristen Petra Surabaya tersebut.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, masalah kenaikan iuran hingga raturan juta yang harus dibayarkan oleh sekolah Kristen Petra Surabaya kepada pengurus RW ramai dan viral melalui akun TikTok Wakil Wali Kota Surabaya Armuji.
Eri menilai, sebagai dua orang pimpinan di Surabaya, dia dan Wakil Wali Kota Armuji kompak menyelesaikan masalah-masalah yang berada di lingkungan masyarakat Surabaya.
“Saya mohon maaf kepada warga dan Petra yang sempat kejadian ini menjadi tidak bagus. Saya dan Pak Armuji sama-sama ingin membantu warga menyelesaikan masalah, tapi semuanya sudah selesai,” jelasnya.
Dari pertemuan antara pengurus RW dan sekolah Petra Surabaya, Eri menegaskan jika masalah iuran yang ditarik oleh warga hingga Rp 35 juta per RW setiap bulan sebelumnya kini telah resmi ditiadakan.
Warga menganggap jika masalah sebelumnya banyak timbul kesalahpahaman. Yang mana, menurut pengurus RW dianggap Pungli. Padahal, iuran tersebut digunakan untuk pemeliharaan fasilitas umum di lingkungan sekolah dan perumahan.
Iuran yang sebelumnya diserahkan ke RW selanjutnya akan dipegang oleh Petra Surabaya sendiri untuk melakukan pemeliharaan fasum, termasuk pembersihan eceng gondok di sungai kawasan sekolah dan perumahan.
“Dari tahun 1983 sebenarnya begitu. Kemarin karena ada yang keliru dan salah tangkap, akhirnya viral kemana-mana,” pungas Eri Cahyadi.
Penulis: Izzatun Najibah